Kamis, 29 Januari 2009

FATWA KEBELINGER MUI

nyeleneh! itulah kata yang sangat pantas disandangkan kepada para tokoh yang mengklaim dirinya sebagai ulama,yang kebetulan sedang asyik duduk dikursi empuk yang bernama majlis ulama indonesia (mui).

bagaimana tidak nyeleneh,majelis ulama dinegara manapun institusi itu berada adalah sebuah institusi terhormat,lebih terhormat dari institusi legislatif atau eksekutif sekalipun karena disanalah para ahli ilmu pengayom umat berkumpul. mui yang setiap kata dan tindak tanduknya seharusnya menjadi rujukan umat dan menyejukan umat malah meresahkan umat dengan memunculkan dua fatwa yang sangat tidak populer,yaitu tentang haramnya merokok dan haramnya golput.

Seandainya muncul fatwa, bahwa korupsi itu hukumnya haram berat karena termasuk tindak sariqah (pencurian) dan membawa mudarat yang luar biasa terhadap umat, maka semua orang akan sependapat termasuk koruptor itu sendiri.akan tetapi ketika fatwa haram itu dinisbatkan kepada dua persoalan yang tidak jelas atau sumir dalilnya, malah sebagian besar ulama pun tidak menyetujuinya maka fatwa tersebut dipertanyakan keabsahanya.

tentang golput misalnya, semua orang indonesia tahu bahwa undang -undang dasar negara kita mengatakan bahwa memberikan suara (memilih) dalam pemilu adalah hak,bukan kewajiban.artinya bahwa negara sekalipun memberikan kebebasan kepada warga negaranya untuk memilih atau tidak memilih dalam pemilu,jadi ketika MUI memberikan fatwa haram terhadap golput maka secara tegas bahwa MUI telah mengangkangi undang-undang negara kita.

selanjutnya tentang rokok,Sejak awal abad XI Hijriyah atau sekitar empat ratus tahun yang lalu, rokok dikenal dan membudaya di berbagai belahan dunia Islam. Sejak itulah sampai sekarang hukum rokok gencar dibahas oleh para ulama di berbagai negeri, baik secara kolektif maupun pribadi. Perbedaan pendapat di antara mereka mengenai hukum rokok tidak dapat dihindari dan berakhir kontroversi. Itulah keragaman pendapat yang merupakan fatwa-fatwa yang selama ini telah banyak terbukukan. Sebagian di antara mereka menfatwakan mubah alias boleh, sebagian berfatwa makruh dan ada juga yang berfatwa haram.

Pada dasarnya terdapat nash bersifat umum yang menjadi patokan hukum, yakni larangan melakukan segala sesuatu yang dapat membawa kerusakan, kemudaratan atau kemafsadatan sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai. didalam surah albaqoroh ayat 195 misalnya allah swt berfirman

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195).

atau dalam salha satu hadits misalnya Dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata ; Rasulullah SAW. bersabda: Tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri sendiri), dan tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri orang lain). (HR. Ibnu Majah, No.2331)

Bertolak dari dua nash di atas, ulama' sepakat mengenai segala sesuatu yang membawa mudarat adalah haram. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apakah merokok itu membawa mudarat ataukah tidak, dan terdapat pula manfaat ataukah tidak. Dalam hal ini tentu ada persepsi yang berbeda dalam meneliti dan mencermati substansi rokok dari aspek kemaslahatan dan kemafsadatan.

MUI seharusnya lebih memperhatikan aspek sosial yang akan muncul dengan dikeluarkanya fatwa tentang rokok tersebut,mana efek yang lebih dominan yang akan berimbas kepada masyarakat,apakah mudharat atau manfaatnya. dalam kondisi seperti sekarang, dimana kondisi sosial ekonomi masyarakat kita yang belum stabil,memberikan fatwa haram terhadap rokok adalah lebih banyak mudharatnya ketimbang maslahatnya.

berapa ratus ribu tenaga kerja yang harus kena imbas PHK? berapa ratus ribu anak-anak yang harus putus sekolah? berapa juta keluarga yang harus kembali menjadi miskin? belum lagi memikirkan ribuan nasib petani tembakau yang harus siap-siap gulung tikar sebab begitu banyak pabrik rokok yang tersebar diindonesia dengan berjuta -juta orang menggantungkan hidup didalamnya. dan jika kengerian itu benar-benar terjadi siapkah MUI yang mulai KEBELINGER itu menaggungnya?

dibalik peci dan surban yang mengkilap, dibawah sejuknya AC dan diatas empuknya sofa belum cukup MUI mengklaim bahwa fatwa MUI maslahat untuk umat, coba dech MUI sesekali turun kejalan -jalan becek,gang-gang sempit,kampung-kampung kumuh atau kolong-kolong jembatan, pasti terdengar suara merdu dari umat, PAK HAJI KAMI LAPAR!!! PAK KIAYI KAMI KEDINGINAN!!! PAK ULAMA KAMI DIPERLAKUKAN TIDAK ADIL OLEH NEGARA INI!!! MUI APAKAH kamu DENGAR... alloh walam...

Tidak ada komentar: